Akhir-akhir ini, aku selalu berpikir tentang bagaimana caranya menyikapi sebuah perasaan. Perasaan yang kadang terasa menggebu-nggebu seperti letupan petasan yang sangat sulit untuk kukendalikan. Kadang ia membuatku menekuk wajah, lalu bersedih, hanya karena ia ingin berkabung. Ya, hingga akhirnya aku paham, perasaan adalah bagian dari diri yang tak akan pernah terpisahkan. Meskipun kadang ia terlalu jujur sampai-sampai kita tidak punya kesempatan sama sekali untuk membohonginya. Sekalipun kita bersusah payah ingin menghindar dari apa yang ia pikirkan, ia akan terus memberontak dan membuat hari kita menjadi penuh tanda tanya.
Yang kutakutkan adalah, ketika perasaanku itu, sudah di luar batas wajar. Di mana ia menjadi terlalu sering bersedih hanya karena hamba-Nya, padahal penciptanya saja menjanjikan akan selalu ada. Iya, Dia Allah Yang Maha Segalanya, Zat Yang Maha Kaya. Atau mungkin, ia menjadi terlalu gembira, hingga tak bisa mengontrol diri sendiri dan jatuh pada satu sikap yang dinamai sombong. Padahal, semua itu datang dari-Nya, kita yang hanya dititipi kenapa masih sibuk menyombongkan?
Perasaanku itu, kadang ia suka egois. Bertindak semaunya hanya karena seorang manusia. Kadang bisa sampai membuatku senyum-senyum sendiri, atau bahkan sampai menangis.
Lalu aku menemukan cara paling ampuh untuk menyikapinya. Bagaimana? Dengan mempercayakan apapun kepada Allah, Dia Yang Menciptakan perasaan itu. Ketika perasaanku terlalu khawatir akan suatu hal yang belum tentu terjadi, aku ingat bahwa Allah adalah perencana terbaik di seluruh jagad raya. Jadi, untuk apa ia harus khawatir?
Ketika perasaanku terlalu sedih karena hal yang terjadi tak sesuai harapanku, aku ingat bahwa Allah selalu bersama hamba-Nya. La Tahzan, Allah berkata. Jadi, untuk apa ia harus bersedih?
Atau mungkin ketika perasaanku terlalu kecewa karena suatu hal, aku ingat bahwa kecewa dihadirkan di hati manusia untuk sebuah alasan. Barangkali, Dia ingin melihat seberapa sabar kita dalam menjalani hidup dan proses. Jadi apakah ada alasan untuk kecewa bertahan begitu lama?
Lalu, kita tinggal berdamai dengan perasaan kita sendiri. Bilang kepadanya,
"Hei, kamu nggak boleh nakal ya. Kamu kan diciptakan Allah untukku, kamu juga harus mampu membawaku selalu berada di jalan Allah. Jangan terlalu gampang patah, ya, aku yakin kita bisa melewatinya bersama. Apapun itu, kan kita punya sebaik-baiknya pelindung, Allah Maha Melindungi, kan?"
Sekarang, pasrahkan segala urusan kepada-Nya. Pasrahkan hal-hal yang selalu kita khawatirkan kepada-Nya. Harusnya kita percaya pada rencana hebatnya kan? Kita hanya perlu sabar dan berproses bersama. Kelak, ketika apa yang kita inginkan tercapai, kita bisa menceritakan bagaimana sulitnya menangani perasaan dalam proses mencapainya.
Rini Khoirotun Nisa
Yogyakarta, 17 Mei 2018
Komentar
Posting Komentar