Jangan mencari aku di mana pun, kau tak akan menemukanku. Sejauh apapun kamu mencari, karena memang aku yang berniat untuk bersembunyi.
Di antara banyaknya manusia yang berlomba-lomba mengutarakan perasaan, memberi beberapa kode agar seseorang menyadari perasaannya, aku lebih suka seperti ini. Menyembunyikan diri dari kehidupanmu, hingga mungkin kamu lupa kalau kamu pernah bertemu manusia sepertiku. Aku lebih suka menyimpan rapat-rapat perasaan ini, lalu kutuangkan dalam prosa atau puisi yang merangkum semua tentangmu. Aku lebih suka membunuh mati rindu yang hadir, lalu menghidupkannya kembali ketika aku benar-benar ingin. Aku lebih suka membungkus rapat semua kenangan tentangmu, yang singkat, namun sangat berkesan, lalu sesekali kutengok ketika aku benar-benar perlu.
Tak apa, jika kau tidak menyadari keberadaanku. Aku justru senang, karena aku tak perlu menjadi orang lain dalam menyayangimu. Biar saja doaku yang mengenalmu. Biar saja Allah yang mengenalkanmu dengan doa-doa lirih yang setiap hari kupanjatkan. Merayu-Nya agar jika suatu hari nanti orang itu benar-benar kamu, kamu akan selalu dijaga dalam kebaikan dan dijauhkan dari kedzaliman.
Bukankah cara mencintai yang paling rahasia adalah dengan mendoakan?
Toh jika kelak orang itu benar-benar kamu, aku bisa menceritakan bagaimana sulitnya memilih diam di antara mayoritas perempuan yang mengejarmu. Bagaimana rasanya mencoba untuk tidak peduli disaat tanya tentang kabarmu diam-diam kucuri. Dan kalaupun orang itu kelak bukan kamu, aku juga tidak akan bersedih. Kita tidak harus selalu menang dalam memperjuangkan, kan? Karena hanya dengan bersembunyi aku mampu menyayangimu tanpa menjauhkanku dari Tuhanku.
Jika sekarang ada nama lain yang kau sebut dalam doamu, aku juga tak masalah. Allah punya semua cara untuk mengubah nama itu. Dan perasaan bukan barang dagangan yang bisa dibarter begitu saja, bukan? Sekarang, teruslah berjalan dalam garis waktumu. Aku pun demikian. Jika kelak Tuhan membiarkan kita berjalan dalam garis waktu yang sama, itu artinya Dia sudah menjawab setiap doa yang kuselipkan di setiap sujudku.
Rini Khoirotun Nisa,
Yogyakarta, 25 Mei 2018.
Komentar
Posting Komentar