"Kelak, carilah imam yang seperti ini, Nduk."
Pembicaraanku dengan Bapak tempo hari masih menyisakan banyak rasa hari ini. Sore itu, sembari menunggu adzan maghrib, Bapak mengajakku berbincang. Dari kecil memang aku lebih sering cerita tentang masalah apapun ke Bapak, karena Bapak adalah tipe pendengar dan pemberi solusi yang baik.
Sore itu, kami duduk berdua sembari menikmati secangkir teh. Bapak menceritakan masa lalunya, tentang bagaimana ia bisa bertemu dengan Ibu, saling mencintai satu sama lain, dan menikah. Bapak bilang, dulu Bapak punya banyak mantan kekasih, karena Bapak selalu mencari dan mencari mana yang paling pantas untuknya. Tapi setelah bertemu Ibu, Bapak menjadi berubah. Bapak berhenti mencari karena ia menemukan sesuatu yang dicari. Ibu sosok yang pemalu, ia hanya selalu memandangi Bapak dari lantai atas tempat kerjanya. Kalau bertemu Bapak, Ibu selalu menghindari pembicaraan dan cenderung merasa takut. Mungkin itu yang membuat Bapak tertarik. Ibu juga tidak mudah untuk didekati, butuh perjuangan ekstra katanya.
Hingga akhirnya, Bapak langsung meminta Ibu kepada Kakek tanpa mengajaknya 'pacaran' seperti masa lalu Bapak. Dari situ aku menarik satu simpul, bahwa sesuatu yang kadang digenggam terlalu erat malah akan lepas, sedangkan apa yang selalu kita perjuangkan dengan imbang antara usaha, doa, dan tawakal akan selalu lebih baik.
Lalu, Bapak berujar kepadaku, jika kutulis dengan Bahasa Indonesia, "Nduk, kelak bersamalah dengan laki-laki yang akhlaknya baik, tutur katanya sopan, iman dan agamanya bagus. Masalah tampan, kaya, atau hal duniawi lainnya, itu bonus. Percuma tampan, tapi tidak bisa menghargai perempuan. Percuma tampan, kalau akhlaknya buruk. Percuma kaya, kalau ia tidak bisa memanfaatkan untuk apa kekayaan yang dimilikinya itu."
Hatiku waktu itu (bahkan sampai sekarang) langsung mencelos. Kami sangat jarang membicarakan hal seperti ini. Dan rasanya, ketika medengar kata-kata itu dari mulut Bapak sendiri, rasanya lebih luar biasa.
Aku menjadi tahu, bahwa seorang ayah memang memiliki rasa khawatir yang sangat tinggi terhadap anak perempuannya. Bahwa seorang ayah tidak ingin kelak hati anak perempuannya jatuh di laki-laki yang salah. Bahwa seorang ayah memang akan menjamin siapa laki-laki untuk anak perempuannya di masa depan, karena dengannya anak perempuannya akan dipasrahkan. Akan dipasrahkan dalam hal dunia dan akhirat. Tanggung jawab anak perempuannya akan berpindah ke laki-laki itu.
Aku terdiam sebentar, lalu menjawab perkataan Bapak, "aamiin Pak, doakan Nisa biar bisa jadi perempuan baik-baik. Biar nanti bisa dibersamakan oleh Allah dengan laki-laki baik pula. Seperti doa Bapak dalam namaku, Khoirotun Nisa, sebaik-baiknya wanita. Aamiin Pak."
Sisa hari itu kami habiskan untuk membahas hal serupa. Aku menceritakan pertemuanku dengan seseorang kepada Bapak. Sebuah pertemuan sederhana yang mampu mengubahku menjadi sosok yang berbeda.
Untukmu, laki-laki di masa depan.
Entah, (mungkin) aku belum tahu siapa namamu. Jangankan tahu namamu, (mungkin) kita belum pernah dipertemukan sebelumnya. Semoga kamu bisa menjadi jawaban atas doa-doa dan keinginan Bapak di atas, semoga kamu memang benar orang yang tepat. Dimana pun kamu berada saat ini, semoga Allah selalu menjagamu dalam kebaikan. Semangat berproses dan menebar kebermanfaatan. Sekarang, selami dulu kesibukan kita masing-masing hingga kelak Allah akan mempertemukan kita pada sebuah garis waktu.
Untukmu, laki-laki di masa depan. Semoga kamu selalu berdoa untuk dibersamakan dengan perempuan baik-baik, perempuan yang akan kau tuntun menuju surga-Nya. Karena hanya itulah yang mampu membantuku untuk memantaskan diri. Semoga, kau selalu dijauhkan dari segala macam hal buruk. Semoga harimu selalu dipenuhi bahagia.
Untukmu, laki-laki di masa depan. Kelak, ketika kita bertemu pada suatu garis waktu, semoga aku benar-benar sudah pantas untukmu. Sekarang, beri aku waktu terlebih dahulu untuk memantaskan diri. Untuk menjadi perempuan yang dapat kau banggakan nanti.
Untukmu, laki-laki di masa depan. Jangan khawatir, aku selalu meminta kebahagiaan untukmu di setiap doaku meskipun aku belum mengetahui sebenarnya kamu itu siapa. Biar kelak, doa-doa kita bertemu terlebih dahulu di langit, biar doa-doa kita yang saling mencintai terlebih dahulu. Karena Allah akan mempertemukan doa-doa yang saling mencintai satu sama lain dalam sebuah perjalanan menuju tujuan yang serupa.
Untukmu, laki-laki di masa depan, sampai jumpa di garis waktu.
Rini Khoirotun Nisa
Yogyakarta, 18 Mei 2018
Wow, terenyuh 😍😍
BalasHapus:))
HapusKubacanyaa merinding
BalasHapus