Langsung ke konten utama

Rapuh dan Jatuh


Pantai Siung, Juli 2018.

Ada kalanya yang dipendam perlu disuarakan. Diam kadang malah menjadi sebuah bumerang. Kau bilang, kau ingin didengar. Sayang, seharusnya kau juga tahu, semua manusia ingin didengar. Seharusnya kau tahu, kau sudah terlibat dalam sebuah perjalanan panjang. Bukan saja masalah dirimu lagi, ini masalah kamu dan mereka. Bukan saja pentingkan egomu sendiri, ini butuh kesadaran bersama. 

Yang perlu kau tahu, tidak semua hal yang ada di dunia ini harus berjalan sesuai kemauanmu. Ada kalanya kamu harus mendengar dan menerima. Ada kalanya kamu harus mengikhlaskan dan memaafkan. 

Sebab, menjadi baik saja ternyata tidak cukup. Hatimu juga harus lapang. Menjadi baik saja tidak cukup untuk membuatmu mampu menghadapi dunia dengan milyaran manusia dengan sikapnya masing-masing. Ada kalanya kamu harus patah, mencari sandaran, lalu bangkit perlahan. Ada kalanya kamu harus kecewa, teramat kecewa hingga akhirnya air mata yang bersuara. 

Sayang, hiduplah sebaik-baiknya hari ini. Kamu hebat, lebih dari apa yang orang lain pikirkan. Lapangkanlah hatimu, maafkanlah kesalahan mereka yang menyakitimu, ikhlaskan semua rasa kecewamu.

Sebab, menjadi bahagia hakikatnya hanya harus dengan satu hal: bersyukur.


Rini Khoirotun Nisa,
Yogyakarta, 26 Juli 2018.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hujan dan Para Perindu

Hujan dan Para Perindu Ia jatuh, membawa kabar dari alam, Ia bilang, tuan senja sedang haru Ia menelusup, lewat jendela kaca kamar seorang perempuan, Ia pikir, perempuan itu sedang sendu Di tangannya ada selembar surat kulit kayu Yang tak henti dibaca sebagai penyalur rindu Sebagai pengingat perpisahan tanpa peringatan Yang membuatnya menjadi bisu Di mata perempuan itu, hujan selalu istimewa Suaranya menjelma menjadi musik penenang kalbu Rintiknya menjelma menjadi petrikor yang siap untuk dihidu Alirannya menjadi kurir pengantar berpaket-paket rindu Karena hujan adalah magis bagi para perindu Yogyakarta, Maret 2018. Rini Khoirotun Nisa

PENERAPAN ARSITEKTUR KONTEMPORER PADA PERANCANGAN PUSAT INDUSTRI KREATIF DIGITAL DI YOGYAKARTA

[I0219077] [RINI KHOIROTUN NISA] Penulis Mahasiswa Program Studi Arsitektur   Fakultas Teknik A. Latar Belakang Transformasi budaya digital mempengaruhi sebagian besar aspek kehidupan manusia dan mengakibatkan semakin banyaknya manusia yang bergantung pada perangkat teknologi dan komunikasi. Oleh karena itu, industri kreatif digital dinilai berpeluang lebih besar dalam menciptakan suatu bisnis yang bernilai tinggi dibandingkan industri kreatif lainnya. Yogyakarta menyimpan potensi besar pada sektor industri kreatif digital. Namun, kurangnya sarana pengembangan industri kreatif digital di Yogyakarta menjadi salah satu kendala.  Pusat industri kreatif digital di Yogyakarta hadir sebagai bangunan yang mewadahi kegiatan pengembangan industri kreatif digital seperti edukasi, eksperimen, produksi, promosi, dan ekshibisi. Perancangan pusat industri kreatif digital memerlukan desain yang dapat menyediakan lingkungan kreatif, mengoptimalkan kegiatan pengembangan industri kre...

Memilih, Memutuskan, Mendoakan

Dia, laki-laki yang selalu kuceritakan itu, pernah menulis di laman sosial medianya, "Hidupmu sekarang ini adalah hasil pilihanmu di masa lalu, dan pilihanmu di masa kini menentukan bakal seperti apa hidupmu di masa depan. Sebab hidup itu adalah pilihan. Maka segala sesuatu yang telah terjadi, yang sedang terjadi, dan yang akan terjadi adalah hasil daripada pilihan kita. Lalu hidup seperti apa yang akan kita pilih?" Satu paragraf singkat itu kembali membuatku merenung lagi pagi ini. Entah kenapa apa-apa yang disuarakan olehnya dapat dengan mudah melesat masuk ke kepalaku. Membuatku menjadi takut melewati batasan yang diberikan oleh-Nya. Aku takut akan terlalu memuji dan membanggakannya yang pasti jika kulakukan tidak akan baik hasilnya bagi aku, pun dia. Dia benar, hidup memang sebuah pilihan. Apa yang lewat, apa yang sedang, dan apa yang akan, semua ditentukan oleh keputusan-keputusan yang kita ambil. Keputusan-keputusan itu akan membawa kita kepada garis takdir yang s...