Aku yakin, siapa pun yang sedang membaca ini sekarang, pernah dikecewakan atau merasa kecewa terhadap sesuatu. Pun denganku.
Tak ada manusia yang hidup, tapi tak pernah kecewa. Karena kecewa itu hal yang lumrah. Wajar untuk terjadi.
Pernah melihat anak kecil yang menangis karena balon gas berbentuk kartun miliknya terbang mengudara karena batu tumpuannya lepas? Lalu anak itu menangis dengan jari menunjuk ke angkasa, tempat balonnya lepas.
Atau mungkin, pernah melihat seorang ayah yang sedang menenangkan putranya karena permen lollipop milik anak itu jatuh ke tanah?
Mereka, anak-anak itu, juga sedang kecewa bukan?
Sayangnya, semakin bertambah usia, rasa kecewa yang hadir tidak hanya sebatas balon yang lepas atau permen yang jatuh. Tidak sesederhana itu, tidak semudah itu untuk disembuhkan. Semua menjadi semakin rumit, dan itu semua berawal dari ekspetasi kita yang terlalu tinggi tetapi realita yang hadir jauh dari yang kita inginkan.
Itu lumrah juga. Manusia memang selalu menaruh harap yang tinggi, tapi tidak siap untuk kecewa, kan?
Tadi, aku memikirkan hal ini. Tentang betapa manusia memang harus siap dengan kata kecil bermakna besar bernama 'kecewa'. Hati manusia memang harus selalu siap kecewa tiba-tiba. Kapan pun, di mana pun, karena alasan apa pun. Kita harus selalu siap. Entah kecewa sementara, atau selamanya.
Pada hakikatnya kecewa datang karena diri kita sendiri bukan? Karena kita yang tidak mau menerima. Padahal Tuhan sudah bilang, kalau kita harus mempercayakan apa pun kepada-Nya, mempercayakan hidup kita, semuanya. Jadi, ketika sesuatu tidak berjalan sesuai rencana kita, berarti hal itu sedang berjalan sesuai rencana-Nya. Dan pastinya rencana-Nya adalah rencana paling baik dari yang terbaik di seluruh muka bumi. Jadi, untuk apa khawatir? Untuk apa bersedih?
Ikhlaskan kecewamu itu. Ikhlaskan luka yang hadir. Biar nanti Tuhan yang menyembuhkannya lewat waktu. Tak perlu tergesa, kecewa memang butuh sandaran untuk rehat. Nanti, kamu akan bangkit lagi, dengan hati yang lebih kokoh, dengan sosok yang lebih kuat, hingga akhirnya kecewa pun tak ada artinya lagi buatmu, karena kamu telah mempercayakan seutuhnya kepada-Nya. Dia Yang Maha Segalanya.
Jadi, mungkin, kecewamu itu datang karena kamu belum sepenuhnya mempercayakan hidupmu kepada rencana-Nya. Coba deh, percayakan apapun kepada-Nya, bahkan hal sekecil apapun. Aku pernah tiba di suatu titik di mana aku nggak bisa bergantung kepada siapa pun selain Dia, semua harap itu aku serahkan kepada-Nya, hingga akhirnya kalimat "Aku telah mempercayakan hidupku kepada Allah, aku tahu Dia adalah sebaik-baik penjaga dan sebaik-baiknya dalam menepati janji" benar-benar kuucapkan.
Beneran deh, kalau kita telah mempercayakan semuanya kepada Allah, apapun hasilnya nanti, nggak ada yang namanya kecewa.
Jadi, kecewamu kira-kira karena apa?
Rini Khoirotun Nisa,
Yogyakarta, 5 Mei 2018.
Benar sekali, nothing's impossible with Allah
BalasHapus:)
Hapus